HOKOTA (3 Agustus): Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmad Gobel memimpin delegasi DPR untuk mengunjungi Kota Hokota, sekitar 100 km dari Tokyo, Jepang, Rabu (3/8).
“Sekitar 60 tahun lalu kota ini adalah kota yang miskin, tapi kemudian berhasil mengubah keadaan dengan menjadi pemasok sayur-sayuran di Jepang. Bahkan untuk sejumlah produk menjadi nomor satu dan produk premium untuk seluruh Jepang,” kata Gobel dalam keterangannya.
Hal itu disampaikan seusai dialog dengan Wali Kota Hokota, Kishida, dan berkunjung ke areal pertanian milik keluarga Murata. Dalam kunjungan itu, Gobel didampingi ketua dan anggota Komisi IV DPR di antaranya, Sudin (PDIP) dan Alien Mus (Golkar), anggota Komisi XI Kamrussamad (Gerindra) dan Charles Meikyansah (NasDem), serta anggota Komisi VI, Subardi (NasDem) dan Abdul Hakim Bafagih (PAN). Turut mendampingi, Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Heri Akhmadi.
Gobel mengatakan, kunjungan ke Hokota memiliki makna strategis. Ia sengaja fokus pada masalah pertanian karena perkembangan geopolitik internasional dan juga masalah climate change.
“Akibat masalah geopolitik, yang terakhir adalah konflik Rusia-Ukraina, dunia menghadapi masalah ketersediaan pangan. Bahkan bisa mengarah pada krisis pangan,” tandasnya.
Hal itu memperparah keadaan karena sebelumnya dunia sudah didera pandemi Covid-19. Sedangkan climate change berakibat pada gagal panen karena iklim yang berubah-ubah dan juga menimbulkan bencana banjir yang mengganggu produksi pertanian.
“Jadi, kita dan dunia ke depan akan menghadapi masalah pangan. Kita tidak boleh diam. Apalagi Indonesia memiliki penduduk yang besar. Kita harus berdaulat di bidang pangan, tak boleh tergantung pada negara lain. Selain itu, dengan lahan yang luas, kita bahkan bisa menyediakan pangan untuk dunia. Jadi ini sangat strategis,” ujar Legislator NasDem itu.
Gobel juga mengatakan, tahun depan adalah 65 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang.
“Harus ada kado yang bermakna. Tadi Pak Dubes menyampaikan kado itu bisa berupa lahan 10 hektare di Hokota untuk dikelola petani Indonesia. Lalu, Pak Sudin menyampaikan Indonesia bisa memberikan 100 hektare lahan di Indonesia untuk dikelola Jepang,” ujarnya.
Selain itu, Gobel menyampaikan, kerja sama tenaga magang di Hokota bisa diperluas asal daerahnya dan juga jumlahnya.
“Ini penting agar petani Indonesia bisa praktik bagaimana bertani yang unggul,” imbuh Gobel.
Gobel mengatakan untuk memperkuat kerja sama perlu proyek percontohan seluas 10 hektare di Indonesia. “Ini penting untuk dikonkretkan,” imbuhnya.
Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk peserta magang di sektor pertanian itu, yang sudah kembali ke Indonesia, bisa mendapat fasilitas kredit dari pemerintah agar mereka bisa langsung mempraktikkan ilmunya.
“Ini harus menjadi perhatian khusus dari menteri pertanian,” pungkas Legislator NasDem dari Dapil Gorontalo itu.
Saat di Kantor Wali Kota Hokota, delegasi DPR disuguhi ubi jalar dengan rasa yang sangat manis. Ubi ini dipanen pada Oktober 2021 namun baru disajikan sekarang. Ubi disimpan dalam gudang dengan suhu yang dingin. Inilah salah satu faktor penyebab ubi ini menjadi lebih manis.
Saat jamuan makan siang, Wali Kota Kishida juga menghidangkan melon. Inilah produk unggulan Hokota. Melon Ibaraki itu dikenal sebagai melon termanis di dunia dengan level kemanisan di atas 16. Kishida juga menjelaskan produk unggulan Hokota lainnya yaitu strawberi. Buah warna merah ini per bijinya bisa mencapai Rp500 ribu. Produk lainnya adalah timun, pare, wortel, lobak, dan berbagai jenis sayuran lainnya.
Pada kesempatan itu, delegasi DPR juga mengunjungi lahan pertanian milik keluarga Murata. Di lahan seluas dua hektare itu terdapat sembilan pekerja Indonesia yang berasal dari Singaraja, Bali. Mereka sedang magang selama tiga tahun. Mereka mengaku dikirim pemda setempat untuk belajar cara bertani yang unggul di Hokota. Di Hokota terdapat 543 orang Indonesia yang sedang magang bertani.
“Kami puas dengan kinerja mereka. Mereka rajin dan jujur,” kata Kishida.
Rasa senang juga disampaikan Kazutoshi Murata, pemilik pertanian Murata, yang mempekerjakan mereka. Kazutoshi merupakan generasi ketiga keluarga Murata yang mengelola pertanian strawberi tersebut.
Murata menjelaskan, strawberi Hokota bisa unggul selain karena faktor bibit, juga ada faktor pengolahan tanah dan perlakuan terhadap tanaman. Sebagai contoh ia menyebutkan bahwa sebelum ditanami, selama tiga pekan tanah dipanaskan dengan suhu mencapai 64 derajat celcius. Ini untuk membunuh hama yang ada di tanah serta untuk menyuburkan tanah.
“Kami tidak menggunakan pestisida maupun pupuk kimia. Kuncinya pada pengaturan suhu, keseimbangan keasaman tanah, nutrisi, dan pengaturan air,” katanya.
Kishida bercerita, saat pertama kali membangun pertanian di Hokota, mereka tidak bekerja sama dengan pihak universitas maupun dengan pabrik pupuk.
“Kami memanfaatkan para ahli di sini saja serta kerja keras para petani. Kami terus melakukan perbaikan dan beruji coba untuk menghasilkan yang terbaik. Contohnya ubi. Ubi itu berasal dari ubi yang ada di sini sejak dulu,” tandas Kishida.
Mereka juga terus melakukan upaya menciptakan bibit dengan varietas terbaik. “Jadi kami melakukannya secara mandiri,” tandasnya.
Selain itu, mereka juga belajar dari daerah lain yang saat itu pertaniannya sudah lebih maju.
“Namun sekarang mereka semua belajar ke kami,” pungkasnya.